Teknik Retrofitting Untuk Atasi Bangunan Rusak

Dalam ilmu konstruksi terdapat istilah “retrofitting” yaitu metode atau teknik untuk melengkapi bangunan dengan memodifikasi atau me-restore dengan menambah bagian atau peralatan baru yang dianggap perlu karena tidak tersedia pada saat awal pembuatannya.


Teknik Retrofitting bertujuan untuk menyesuaikan kondisi atau keperluan baru terhadap bangunan seperti memperbaiki bangunan yang rusak, memperkuat bangunan, menambah ruangan dan lain sebagainya, tanpa harus membongkar total bangunan yang sudah ada.

Retrofitting Bangunan Rusak Akibat Gempa

Sebelum melakukan retrofit, ada beberapa hal yang harus dilakukan yaitu dengan melakukan klasifikasi terhadap kerusakan bangunan akibat gempa. Langkah-langkahnya adalah dengan melakukan survey untuk menentukan jenis kerusakan dan mutu bahan bangunan yang ada.

Selama ini orang hanya mengenal tiga klasifikasi kerusakan bangunan akibat gempa, yaitu bangunan rusak berat, sedang dan ringan. Namun bila dirinci lebih jauh tentang kerusakan bangunan tersebut melingkupi lima kategori yaitu:

  1. bangunan rusak ringan non struktur;
  2. rusak ringan struktur;
  3. rusak sedang;
  4. rusak berat dan
  5. roboh.

1. Bangunan rusak ringan non struktur

Kerusakan bangunan rusak ringan non struktur biasanya retak halus pada plesteran, serpihan plesteran berjatuhan mencakup luas yang terbatas. Retak halus maksudnya lebih kecil dari 0,75 mm. Untuk jenis ini, hanya perlu diperbaiki secara arsitektur.

2. Bangunan rusak ringan struktur

Kategori kedua adalah rusak ringan struktur, dengan  ciri retak kecil pada dinding, plesteran berjatuhan mencakup luas bagian-bagian nonstruktur. Retak kecil, lebar celahnya tak lebih dari 0,5 cm. Kekuatan bangunan ini memikul beban tidak banyak berkurang. Bangunan kategori ini, juga hanya membutuhkan perbaikan (repair) yang bersifat arsitektur.

3. Bangunan rusak sedang

Untuk bangunan kategori rusak sedang, cirinya adalah retak besar pada dinding yang menyebar luas di banyak tempat, seperti pada dinding pemikul beban dan kolom. Retak besar, lebar celahnya lebih dari 0,5 cm. Kemampuan bangunan, sudah berkurang sebagian.

Tindakannya, bangunan perlu dikosongkan dan perlu dilakukan restorasi serta perkuatan bangunan (strengthening). Restorasi dilakukan terhadap komponen struktur yang rusak dan setelah itu, baru dilakukan perbaikan (repair) secara arsitektur.

4. Bangunan rusak berat

Untuk kategori keempat adalah: rusak berat.  Kerusakan akan terlihat pada dinding pemikul beban yang terbelah dan roboh. Komponen-komponen pengikat mengalami kegagalan sehingga menyebabkan bangunan terpisah. Sebanyak 40% atau lebih dari komponen struktur utama mengalami kerusakan, sehingga membuat bangunan sangat berbahaya.

Ada dua pilihan, berdasar jenis kerusakan, bangunan  dapat dirobohkan atau dilakukan restorasi dan perkuatan secara menyeluruh sebelum dihuni kembali.

5. Bangunan roboh

Kategori kelima adalah bangunan yang roboh yakni yang sebagian besar atau seluruh bangunannya sudah roboh. Sisa-sisa bangunan harus dibersihkan dari lokasi. Bahan bangunan yang masih bisa dipakai, dikumpulkan untuk menjadi bahan pembangunan kembali.

Dari lima kategori tersebut, yang sering menimbulkan bias adalah pada bangunan rusak berat. Karena tidak ada penilaian dari ahli konstruksi, sebagian bangunan rusak berat yang sebenarnya masih bisa diperbaiki dan diperkuat, malah dirobohkan, sebelum ada langkah-langkah retrofitting dari ahli konstruksi.

Setelah melakukan survei, kemudian melakukan analisa untuk menentukan penyebab kerusakan berdasarkan jalur gaya (load path) pada waktu menahan goncangan gempa. Tujuannya adalah untuk memastikan apakah suatu komponen rusak karena gaya geser, tekan, tarik, lentur, penjangkaran atau yang lainnya.

Setelah itu, baru bisa ditentukan apakah bangunan perlu diperkuat atau tidak. Bila biaya perkuatan malah lebih besar dari pada membangun kembali, maka tentu lebih baik dirobohkan. Namun, bila perkuatan jauh lebih hemat dari pada membangun kembali, maka tentu lebih baik dilakukan langkah-langkah retrofitting.

Teddy Boen, pakar konstruksi nasional memaparkan dengan jelas strategi retrofitting terdiri atas peningkatan kekakuan dan atau kekuatan, peningkatan daktilitas, peningkatan energi dispasi, merubah karakter gerakan tanah dengan menggunakan base isolation dan merubah bentuk peruntukan bangunan.

Peningkatan kekuatan bisa dilakukan antara lain dengan jalan menambah dinding baru, mempertebal dinding geser, pemasangan bandage (kawat ayam) di kedua sisi dinding sebelum diplester, atau sistem jacketing dengan menambah tulangan besi tambahan.

 

Retrofitting Untuk Atasi Bangunan Rusak Akibat Gempa – Lentera Rumah

Artikel Terkait

Tentang Penulis: Lentera Rumah

Blogger yang suka menulis dan berbagi tentang properti dan lingkungannya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *